Selasa, 10 Juni 2008

Pelayanan Publik dan Kinerja Aparatur

Oleh: Dr. Zulkarnaen

Sejalan dengan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat, kemajuan ilmu dan teknologi, pelaksanaan otonomi daerah dan arus globalisasi yang kesemua hal tersebut mendorong tuntutan publik atas peningkatan standar pelayanan. Tuntutan publik yang dinamis perlu dijawab oleh aparatur yang berkualitas, profesional, berdaya. Padahal senyatanya, banyak ditemui aparatur tidak atau kurang berdaya dalam menjawab tuntutan pelayanan publik yang meningkat tajam.
Dalam keseharian secara garis beras dapat kita katakan, bahwa kinerja pelayanan publik masih bercirikan tidak memiliki kepastian waktu, biaya, dan persyaratan yang ditempuh. Masalah pelayanan publik yang demikian merupakan hal yang operasional, dapat dikatakan, masalah nyata praktik pelayanan yang dikeluhkan oleh publik. Oleh karena itu birokrasi pemerintahan perlu menjawab secara serius dalam suatu kerja yang operasional, sistematis, konsisten, koordinatif, dan berkualitas serta terukur untuk menghasilkan aparatur yang berkualitas, profesional dan berdaya dalam menjawab masalah nyata dalam pelayanan publik.

Pelayanan Publik
Perhatian atas kinerja pelayanan publik semakin hari semakin diperlukan, sejalan dengan tuntutan publik yang menghendaki pelayanan cepat, tepat dan dalam proses pelayanan yang nyaman, ramah, cepat dan murah serta adil. Pelayanan publik merupakan ujung tombak penyelenggaraan pemerintahan dalam berhubungan pada masyarakat, publik. Ini berarti kesuksesan pelayanan publik adalah kesuksesan pemerintah.
Suatu hal yang kita ketahui bersama, merupakan hal yang mendasar dalam pelayanan publik yaitu diperlukan adanya standar pelayanan minimal. Namun fakta di daerah ini hampir semua instansi belum memiliki rumusan standar pelayanan minimal. Jikapun sudah memiliki, masalah yang muncul implementasinya bermasalah.
Publik dalam pelayanan menuntut seperti kejelasan dan kepastian atas pembayaran dan persyaratan, kepastian waktu selesai, dan tepat serta ramah. Banyak proses penyelesaian surat entah itu disengaja atau tidak, jarang suatu kantor memaparkan secara terbuka tanggal, pukul berapa surat permohonan/formulir masuk dan selesai diambil, sehingga dengan tercatat waktu pendaftaran maka akan terhitung waktu proses penyelesaian pelayanan publik.
Salah satu kelemahan kualitas pelayanan aparatur adalah ketidaktahuan secara terukur dan operasional atas pelayanan yang berkualitas. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Kep. 25/M.Pan/2/2004 mengembangkan 14 unsur yang dianggap relevan, valid, realible sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengkuran indeks kepuasan masyarakat, sbb.:

  1. Prosedur pelayanan; yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
  2. Persyaratan pelayanan; persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannnya.
  3. Kejelasan petugas pelayanan; keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggngjawabnya).
  4. Kedisiplinan petugas pelayanan, kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutam terhadp konsisitensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
  5. Tanggungjawab petugas pelayanan, kejelasan wewenang dan tanggungjawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
  6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan dan menyelesaikan pelayanan kepada msyarakat.
  7. Kecepatan pelayanan, target waktu pelayanan dapt diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
  8. Keadilan mendapatkan pelayanan; pelaksanaan pelayann dengan tidak membedakn golongan/status masyarakat yang dilayani;
  9. Kesopanan dan keramahan petugas; yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakt secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.
  10. Kewajaran biaya pelayanan; keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
  11. Kepastian biaya pelayanan; kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
  12. Kepastian jadual pelayann; pelaksanaan waktu pelayann, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
  13. Kenyamann lingkungan; kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikn rasa nyama kepada penerima pelayanan.
  14. Keamanan pelayanan; yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga masyaraka merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

Kinerja Aparatur dan Praktik Pendidikan dan Latihan
Aparatur yang berkualitas, profesional, kompetensi, tentu saja tidak muncul begitu saja, ini merupakan output dari rangkaian yang utuh yaitu mulai rekruitmen dan pembinaan PNS. Ini berarti, upaya peningkatan kemampuan dan kualitas aparatur sudah dimulai sejak penerimaan pegawai. Penjaringan pegawai baru dimaksudkan untuk mendapatkan pegawai-pegawai dengan kualitas tinggi, sebagaimana dilakukan negara-negara Korea, Taiwan, Cina, Jepang dan Malaysia untuk meningkatkan kinerja. Pengembangan kualitas kepegawaian dan orientasi pelayanan publik prima akan bermasalah kalau rekrutmen bermasalah.
Kesulitan pembinaan aparatur berawal dari mental calon PNS 60 % ingin menjadi pegawai negeri karena motivasi jaminan hari tua. Bukan karena motivasi memberi pelayanan yang optimal pada masyarakat. Bisa kita bayangkan begitu tingginya tingkat kesulitan bagi institusi yang diserah tugas pokok dan fungsi untuk meningkatkan kualitas calon PNS yang demikian dan mengubah nilai minta dilayani menjadi orientasi melayani.
Dalam rangkaian perjalanan seorang aparatur, masa paling panjang adalah sebagai seorang aparatur pemerintahan (aktif) yang dalam aktivitasnya senantiasa diminta untuk mampu menjawab tuntutan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, globalisasi. Agar aparatur dapat selalu mampu mengikuti perkembangan zaman sebagai suatu upaya terus menerus meningkatkan kualitas, salah satu pilar adalah pendidikan dan latihan. Tuntutan yang semakin tinggi pada aparatur seharusnya disikapi dengan kebijakan yang semakin memberdayakan, memfungsikan diklat secara powerfull.
Manajemen kepegawaian sipil dalam good governance menghendaki suatu kondisi yang dinamis, penuh dengan pemikiran dan aksi-aksi yang progresif. Dengan demikian, aparatur pemerintah senantiasa akan tertantang untuk mengejar kemajuan dan peningkatan kualitas. Kualitas sumber daya aparatur yang sesuai dengan riil tuntutan kualitas pelayanan publik. Secara nyata merupakan investasi masa depan organisasi pemerintah.
Banyak contoh negara maju dalam perjalanan sejarah kebijakan memberikan perhatian yang serius pada bidang pendidikan. Seperti Jepang dan contoh negara tetangga kita yaitu Malaysia. Termasuk pada peningkatan aparatur PNS perlu terus menerus melalui diklat. Pendidikan dan latihan harus mendapat perhatian yang lebih agar institusi ini berdaya, bermutu untuk berkesinambungan membangun, mencetak aparatur yang profesional, berkualitas, kompeten serta memiliki integritas dan moralitas. Disain kurikulum pendidikan dan latihan dalam kaitan menjawab tuntutan pelayanan publik yang operasional, terukur.
Dalam aspek pelatihan, kurikulum ataupun pengajaran/pelatihan yang dilakukan yaitu mengisi keahlian atau keterampilan yang diperlukan untuk menduduki suatu jabatan. Untuk itu perlu adanya konsistensi antara pelatihan (training) yang ditempuh dengan jabatan yang akan diduduki aparatur. Sebagai konsekuensi atas konsistensi atas apa yang diajarkan, dilatih dengan kompetensi atas jabatan yang akan diduduki maka perlu selalu dilakukan aktualisasi jenis kurikulum training yang sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat, dan perkembangan teknologi.
Pendidikan dan latihan yang dilakukan ditempatkan sebagai alasan yang rasional untuk merencanakan karier birokrat, aparatur. Oleh karena itu output dari pendidikan dan latihan yang telah diikuti mendapat perhatian secara konsisten pada jejak karier, mutasi dan promosi; mengikuti jenjang diklat sebagai prasyarat yang harus dipenuhi sebelum menduduki suatu jabatan. Kebijakan yang tidak konsisten mendayagunakan keluaran, alumni diklat membawa banyak kerugian yaitu: pengeluaran negara yang besar telah diinvestasikan dalam proses diklat, tidak terukur outcome/dampak dari keikutsertaan pada diklat, mengacaukan sistem pembinaan karier PNS, iklim kerja yang kurang kompetitif secara positif, menimbulkan rasa ketidakadilan dan kepastian atas jejak karier yang pada akhirnya mengganggu kinerja aparatur, PNS.

Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur dalam Menjawab Tuntutan atas Pelayanan Publik
Pengembangan dan pemberdayaan aparatur negara hendaknya merupakan learning process, yakni dengan dukungan sebuah sistem pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran tetap harus berjalan dan dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah itu sendiri, dengan kesungguhan, konsisten dan terencana menuju aparatur yang berkualitas, kompetensi, profesional dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Strategi pengembangan dan pemberdayaan sumber daya aparatur tidak dapat dilakukan seketika. Perubahan ini dimakna secara bertahap dan terencana yang berkesinambungan.
Pendekatan proses belajar; learning process sebagaimana dikemukakan David Korten (1981) merupakan wacana yang efektif bagi pembentukan profesionalisme aparatur birokrasi. Pendekatan ini memberi margin toleransi yang besar bagi aparatur birokrasi untuk berbuat kesalahan (embracing error) dalam proses pembentukan dan penyempurnaan profesionalisme karena kesalahan akan menjadi input untuk perbaikan diri. Melalui kesalahan tadi, birokrat akan belajar efektif (learning to be effective), dan dari sana akan melangkah menuju belajar efisien (learning to be efficient), dan pada akhirnya belajar berkembang (learning to be expand).
Strategi pengembangan dan pemberdayaan aparatur menuju good governance merupakan learning process yang seharusnya didukung oleh sistem pembelajaran yang sistem pembelajaran yang kondusif berupa struktur organisasi pemerintahan yang adaptif. Subsistem kepegawaian negara terdiri dari: (1) rekruitmen; (2) penggajian dan reward; (3) pengukuran kinerja; (4) promosi jabatan; (5) pengawasan. Memahami ini merupakan suatu sistem membuat perhatian atas sub-sub sistem perlu secara utuh. Namun dalam kaitan kajian ini, learning process pada peningkatan kompetensi (kinerja) aparatur yang menjadi tuntutan publik pada pelayanan keseharian yang dinilai tidak memuaskan.
Penyusunan strategi dalam pelayanan publik harus dikelola secara operasional, terapan. Strategi yang dirumuskan harus punya kemamputerapan secara optimal. Untuk mencapai hal tersebut data lapangan perlu diketahui. Dalam konteks ini, turun ke lapangan diperlukan oleh aparatur. Perlu diketahui data lapangan untuk memahami strategi. Tujuan: keindahan; kesehatan dan keamanan; meninimalkan ketidaknyaman masyarakat; kepuasan penduduk secara umum. Kita tentu perlu mengetahui secara benar atas hasil dari tujuan, berupa: jalan, gang dan lingkungan yang bersih; bau yang mengganggu; suara-suara yang tidak menyenangkan; bahaya kebakaran; sampah yang tidak diambil; sampah yang tercecer saat pengambilan; keluhan penduduk; kepuasan yang dirasakan.
Kepahaman atas kualitas pelayanan merupakan bentuk pelayanan yang terukur, ada standar pelayanan minimal, ada acuan, tolok ukur dalam pemberian pelayanan. Acapkali dalam kehendak membangun pelayanan publik yang berkualitas dihadapi oleh masalah ketidakpahaman aparatur atas acuan dan tolok ukur pelayanan yang berkualitas.
Pemberian pelayanan memerlukan indikator yang kemudian diberi penilaian, contoh: pelayanan kebersihan umum pada tempat pembuangan sementara (TPS)

Kebersihan TPS
Tingkat bau yang tidak nyaman
Kelayakan lokasi TPS
Fasilitas TPS
Waktu pembuangan dan pengambilan sampah
Mental masyarakat

Indikator-indikator tersebut merupakan bentuk operasional dari manajemen kinerja. Hal ini memudahkan untuk pemberian pelayanan sekaligus evaluasi pada setiap indikator tersebut.
Pemberdayaan, peningkatan kompetensi aparatur dalam konteks tuntutan pelayanan publik ini adalah kepahaman atas pengetahuan secara terukur atas pelayanan. Sudah seharusnya aparatur melaksanakan tugas pokok dan fungsi dalam pelayanan publik atas indikator pelayanan berkualitas.
Melalui manajemen kinerja kita mampu mengidentifikasi program yang efektif dan efisien; membantu skala prioritas pelayanan berdasarkan kebutuhan dan umpan balik masyarakat; indikator kinerja dapat digunakan untuk evaluasi keberhasilan program dan pelaksanaannya; membangun hubungan baik dengan masyarakat melalui peningkatan pelayanan berdasar masukan dari masyarakat. Manajemen kinerja membawa makna adanya pengukuran atas program yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah membuat kita dapat mengidentifikasi program yang efektif dan efisien. Manajemen kinerja memberi banyak manfaat, seperti identifikasi atas program-program efisien, efektif, direspon positif, dapat digunakan untuk evaluasi; menumbuhkan kepuasan dan partisipasi masyarakat.
Keuntungan manajemen kinerja bagi Pemerintah daerah adalah meningkatkan kualitas layanan dan hasil secara terukur. Selain itu, perbaikan alokasi sumberdaya dan pertimbangan rasional untuk pendanaan; membuat instansi pelayanan umum menjadi lebih akuntabel dan meningkatkan kepercayaan masyarakat serta pekerjaan semakin memuaskan karena ada umpan balik dari masyarakat.
Praktik penempatan pegawai negari sipil selama ini tidak didasarkan pada kesesuaian kompetensi, keahlian melainkan lebih kuat didasarkn pada ketentuan normatif administratif, seperti terpenuhinya golongan, ruang dan kepangkatan. Pola pengembangan aparatur yang belum diorientasikan pada sistem karier secara jelas.
Banyak instansi yang tidak memiliki rancangan pengembangan karier pegawai yang terprogram. Pegawai pada gilirannya menjumpai kesulitan dan ketidakjelasan ketika harus memikirkan dan menyusun pengembangan karier secara individual. Kondisi demikian mengakibatkan tidak jelasnya arah diklat-diklat yang diselenggarakan. Di samping itu, jajaran birokrasi tidak mampu mengidentifikasi kebutuhan jenis diklat yang memang diperlukan guna pengembangan karier pegawainya. Praktik manajemen kepegawaian kita belum terbiasa dalam suatu penilaian terukur atas kompetensi dan profesionalisme dalam meniti karier
Lemahanya penilaian kinerja aparatur juga tercermin pada sistem DP3, kurang objektif dan bahkan kontraproduktif. Angka penilaian tidak boleh turun dari tahun ke tahun, mendorong atasan untuk memberi penilaian yang normatif. Instrumen yang dinilai banyak yang abstrak sehinga sulit untuk mengukur objektifitas situasi. Sistem penilaian kinerja, sangat sulit memakai ukuran dalam profesionalisme dan kinerja. Ukuran yang dipakai berupa Daftar Penilaian Prestasi Pegawi (DP3), maka sulit mengukur kinerja PNS. Manajemen kepegawaian belum berorientasi kinerja secara terukur. Bahkan pada penilaian sekalipun, seperti DP3 tidak menunjukkan suatu penilaian yang terukur, apalagi bentuk-bentuk lain manajemen kepegawaian.

Tidak ada komentar: